TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PERKARATINDAK PIDANA KORUPSI DAN AKIBAT HUKUMNYABAGI TERDAKWA YANG BERSTATUS KEPALA DESA (Studi di Pengadilan Negeri Lamongan)
DOI:
https://doi.org/10.30736/ji.v7i1.97Abstract
Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsiseperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan. Tujuan penelitian ini adalah:Untuk mengetahui aturan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1991 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 dan Untuk mengetahui akibat hukum bagi terdakwa tindak pidana korupsi yang berstatus Kepala Desa. Karena korupsi sudah merambah ke kawasan pedesaan.Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian lapangan yang memerlukan atau memakai data primer sebagai data utama dan di dukung dengan data sekunder yang di lakukan dengan cara wawancara, yaitu melakukan Tanya jawab secara langsung dan terstruktural personalia terkait dengan penelitian ini. Dan sumber bahan hukum yang dipakai adalah Bahan hukum primer, yakni Undang-Undang Hukum Pidana terkait dengan pidana korupsi, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Putusan Pengadilan yang terkait dengan tindak pidana korupsi. Bahan hukum Sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen, pendapat para ahli hukum, hasil kegiatan ilmiah bahkan data yang bersifat publik yang berhubungan dengan penulisan. Korupsi bisa dilihat dari perspektif kebudayaan. Secara teoritis dan praktis, relasi antara korupsi dan kebudayaan sangat kuat. Bahkan dalam praktiknya, korupsi terkait dengan unsur tradisi feodalisme, hadiah, upeti, dan sistem kekerabatan (extended family). Korupsi agaknya akan tumbuh dalam masyarakat atau bangsa yang memiliki tradisi budaya feodalis atau neofeodalis. Pasalnya, dalam budaya tersebut, tidak ada sistem nilai yang memisahksan secara tajam antara milik publik (Negara) dengan milik pribadi bagi ruling class (elit penguasa). Sedangkan, sistem kekerabatan ikut mendorong nepotisme.
Kata Kuci :Â korupsi, kebudayaan, putusan hakim.
Downloads
References
Martiman Prodjohamidjojo, 1984.Komentar atas Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),Jakarta,Pradnya Paramitha.
Tb. Ronny Rahman Nitibaskara, 2007.Tegakkan Hukum Gunakan Hukum. Jakarta: Grafindo Persada.
Andi Hamzah, 2006. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Darwan Prinst, S.H. 2000. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Leden Marpaung, 1996.Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta.
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991.
Andi Hamzah, 2007.pemberantasan korupsi melaluihokum pidana Nasional dan internasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
R. Wiyono, SH, 2008. pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika, Jakarta, Edisi kedua, cet. Pertama, Juni.
Sudarto, 1990.Hukum Pidana I, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang.
Salinan Dokumen :
Putusan Perkara Nomor: 243/Pid.B/2010/PN.Lmg.